Sabtu, 03 November 2012

Kondisi Nyata Pendidikan Jasmani


                   Peran dan kedudukan pendidikan jasmani di sekolah tidak dapat berjalan sesuai dengan kaidah-kaidah penjas. Karena sebagian besar warga sekolah (Kepala Sekolah, Guru, Komite Sekolah, dan Siswa) masing menganggap bahwa mata pelajaran penjas hanyalah sebagai matapelajaran pelengkap saja (bukan yang diuji-nasionalkan, sehingga tidak atau kurang penting). Akibatnya perhatian dari warga sekolah kurang bagus.
                Selain itu, mata pelajaran penjas selalu diidentikan dengan prestasi. Dengan kata lain yang prestasi “olahraga”nya jelek berarti penjasnya juga tidak bagus. Alat dan fasilitas yang diberikan juga kurang memadai (masih sangat kurang). Selama ini upaya yang dilakukan, baik Kepala Sekolah, guru maupun siswa, tidak begitu nyata. Masalah penting lain yang dihadapi penjas sekarang ini adalah sebagian siswa dan orangtua bahkan masyarakat menganggap peranan penjas tidak begitu penting, mereka lebih mementingkan ikut privat atau less bidang studi seperti Bahasa Inggris, Matematika, daripada mengutamakan anaknya latihan di klub olahraga.
            Pelaksanaan penjas di dalam matapelajaran yang jarak lapangannya kurang lebih 400 m dari sekolah, adapun lapangan di sekolah, kadang tidak memungkinkan untuk dipakai sekaligus oleh 3 orang guru penjas. Jam pelajaran kadang sampai jam terakhir, yang kadang membuat anak cepat lelah dan malas berolahraga. Secara umum, unsur sekolah masih menganggap bahwa matapelajaran pendidikan jasmani hanya sebagai matapelajaran nomor sepuluh, yang utama adalah matapelajaran yang di ujian nasional-kan. Namun demikian, matapelajaran pendidikan jasmani oleh kepala sekolah, guru-guru non pendidikan jasmani, orangtua, atau siswa masih dianggap lebih penting dibandingkan dengan matapelajaran muatan lokal. Karena matapelajaran pendidikan jasmani dapat mengangkat nama baik sekolah lewat prestasi siswanya di bidan olahraga seperti dalam kegiatan POPDA baik tingkat provinsi, kabupaten maupun pertandingan inter-sekolah. Ini berarti olahraga pendidikan di sekolah masih dianggap sebagai olahraga prestasi.
           Fenomena pembelajaran pendidikan olahraga di sekolah terbagi kedalam dua kategori. Pertama, olahraga dalam bentuk sport yang kemudian dikembangkan menjadi sports skills (keterampilan teknik cabang olahraga). Olahraga sebagai bentuk keterampilan teknik kecabangan olahraga disampaikan kepada siswa dalam bentuk pelatihan, pengulangan, dan pembiasaan, dengan harapan para siswa mampu dan menguasai berbagai teknik kecabangan olahraga. Proses ini diharapkan mengantarkan para siswa bisa memiliki keterampilan tinggkat tinggi, yang kemudian berakhir pada tingkat pencapaian prestasi, para siswa menjadi pemenang dan juara di berbagai pertandingan olahraga.
           Kedua, penyelenggaraan pendidikan jasmani yang berakar dari filosofi gerak insani, yang diwujudkan kedalam bentuk berbagai aktivitas jasmani. Manipulasi aktivitas jasmani ini perlu menyebabkan para siswa mengalami proses belajar-mengajar. Orientasi belajar-mengajar inilah yang menjadi perhatian sehingga bisa memunculkan tingkat kebugaran fisikal, penguasaan keterampilan, pengetahuan dan pemahaman, keterampilan sosial, dan sikap serta apresiasi terhadap peranan dan keterampilan sehingga mengantarkan para siswa bisa membekali diri untuk beraktivitas jasmani sepanjang hayat. Kebisaan, pengetahuan, dan sikap sosial inilah yang menjadi orientasi sehingga para siswa memiliki kemampuan memelihara dan meningkatkan kualitas hidup. Berbagai aktivitas jasmani atau olahraga yang dilakukan siswa sepanjang hidupnya diharapkan mampu mengantarkan siswa memiliki kualitas hidup yang lebih baik.
       Dua fenomena inilah yang menjiwai pelaksanaan pendidikan jasmani di sekolah. Orientasi utama pelaksanaan pendidikan jasmani di sekolah diarahkan pada pembekalan kecakapan hidup melalui belajar olahraga atau aktivitas jasmani, mengantarkan siswa mampu mengatasi segala tantangan aktivitas jasmani di lingkungannya. Fenomena pendidikan olahraga perlu diarahkan pada model mutakhir olahraga sebagai bukan hanya bermakna keuntungan biologis-tubuh, nilai-nilai pedagogis, tetapi secara terpadu dan konstruktif guru dan siswa membangun bahtera belajar olahraga bagi kepentingan pencapaian tujuan pendidikan.

Sumber: http://file.upi.edu/Direktori/FPOK/JUR._PEND._OLAHRAGA/196509091991021-BAMBANG_ABDULJABAR/Peran_Pendidikan_Jasmani.pdf